Home | Sitemap | Login

   

Peatland News

Title: Seminar " Pengelolaan Lahan Gambut Berkelanjutan" (30 Nov 2004)
Date: 30-Nov-2004
Category: Indonesia-Workshop & Seminar

LATAR BELAKANG

Indonesia merupakan negara yang memiliki lebih dari 50% gambut tropis di seluruh dunia. Data yang tersedia menunjukkan bahwa luas gambut di Indonesia berkisar antara 13 – 20 juta ha, bergantung kepada definisi yang digunakan. Luasan lahan gambut tersebut sebagian besar tersebar di Sumatera, Kalimantan dan Papua serta sebagian kecil lainnya di Sulawesi.

Gambut terbentuk dari akumulasi bahan organik yang berasal dari sisa-sisa jaringan tumbuhan/vegetasi alami pada masa lampau. Tanah gambut biasanya terbentuk di daerah cekungan atau depresi di belakang tanggul sungai yang selalu jenuh air karena drainasenya terhambat, sehingga proses dekomposisi terjadi sangat lambat.

Lahan gambut mempunyai fungsi yang sangat penting dalam tata air kawasan sebab gambut bersifat seperti busa yang dapat menyerap kelebihan air dimusim hujan sehingga mencegah banjir dan melepaskan kandungan airnya secara perlahan dimusim kemarau. Rawa gambut juga menjadi tempat berlindung berbagai spesies langka, seperti Harimau Sumatera, Orang utan, ikan Arowana, dan Buaya Sinyulong. Berbagai jenis kayu yang memiliki nilai ekonomis tinggi juga dapat ditemukan di rawa gambut, antara lain Ramin ( Gonystylus sp), Kayu putih ( Melaleuca sp), Jelutung ( Dyera costulata ) dan Meranti rawa ( Shorea sp.). Fungsi-fungsi tersebut menyebabkan lahan gambut merupakan asset yang sangat penting bagi pembangunan nasional.

Belakangan ini salah satu fungsi lahan/rawa gambut yaitu sebagai penyimpan karbon mendapatkan banyak perhatian dari dunia internasional. Hal tersebut disebabkan karena karbon merupakan salah satu gas rumah kaca yang keberadaannya di atmosfir dapat mempercepat laju perubahan iklim. Gangguan pada fungsinya sebagai penyimpan karbon dapat menyebabkan lepasnya karbon ke atmosfir dan mendorong laju perubahan iklim.

Kebijakan pengelolaan lahan gambut yang ada saat ini belum memadai sehingga menyebabkan terjadinya kerusakan gambut yang luar biasa. Sebagai ilustrasi, hasil penelitian Bappenas-ADB menunjukkan bahwa untuk tahun 1997 saja, tidak kurang dari 2 juta hektar lahan gambut yang terbakar. Padahal kebakaran terus terjadi dari tahun ke tahun. Hal serupa ditemukan pada penelitan CCFPI WI-IP terhadap lahan gambut Sumatera yang menunjukkan bahwa selama kurun waktu 12 tahun (1990 – 2002) telah terjadi pengurangan ketebalan (volume) gambut di pulau Sumatera yang setara dengan 3,47 milyar ton karbon (Wahyunto et.al , 2003).

Secara teknis, kerusakan lahan gambut dapat dipicu antara lain oleh kegiatan penebangan liar, pembukaan lahan pertanian, industri dan pemukiman, serta pembuatan parit/saluran. Kegiatan-kegiatan tersebut berdampak pada terjadinya pengeringan gambut, amblesan lahan ( land subsidence ), dan intrusi air laut, yang pada akhirnya akan menimbulkan kebakaran di musim kemarau dan banjir di musim hujan serta berbagai bencana ekologis lainnya.

Paradigma pengelolaan sumberdaya alam nasional saat ini telah berubah ke arah yang semakin desentralistis menyusul terbitnya Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 mengenai Pemerintahan Daerah. Diharapkan perubahan paradigma ini akan mendorong pengelolaan yang lebih baik terhadap lahan gambut terutama sekali karena lahan gambut merupakan aset daerah yang penting bagi kesejahteraan masyarakat.

Desentralisasi pengelolaan memberi ruang luas bagi pemerintah daerah dalam melakukan perlindungan dan pemanfaatan lahan gambut sesuai karakteristik daerah masing-masing. Kondisi ini menempatkan peran aktif pemerintah daerah menjadi hal yang sangat dibutuhkan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat di daerahnya dan kualitas lingkungan secara umum. Peran aktif tersebut dapat dilakukan dengan memastikan tersedianya alokasi anggaran yang memadai untuk membiayai kegiatan-kegiatan pengelolaan lahan gambut secara berkelanjutan di daerah masing-masing.

Hingga saat ini kesadaran akan pentingnya pengelolaan lahan gambut secara bijaksana juga telah mendorong lahirnya berbagai inisiatif pengelolaan, antara lain oleh Wetlands International Indonesia Programme (WI-IP) melalui kegiatan Proyek Climate Change, Forest and Peatlands in Indonesia (CCFPI). Kegiatan CCFPI di tingkat nasional dilakukan dengan memfasilitasi koordinasi pengelolaan antar sektor, kerjasama internasional, dan mendukung penyusunan berbagai strategi nasional yang berkaitan dengan gambut. Ditingkat daerah kegiatan difokuskan pada pengembangan model-model pengelolaan lahan gambut yang dapat memberikan manfaat ekologis maupun ekonomis bagi masyarakat lokal.

Berkaitan dengan hal tersebut, usaha-usaha yang telah dilakukan oleh CCFPI di beberapa daerah untuk mengembangkan kegiatan pengelolaan lahan gambut secara bijaksana merupakan hal penting untuk dipelajari terutama bagi daerah-daerah lain yang juga memiliki aset lahan gambut yang besar. Diharapkan, pelajaran yang diperoleh akan dapat mendukung pengembangan kebijakan pemanfaatan lahan gambut secara berkelanjutan di daerah masing-masing, yang kemudian akan ditunjang dengan berbagai inisiatif dan kerjasama dengan pemerintah daerah, termasuk dalam hal penyediaan sumber pendanaan kegiatan.

TUJUAN


Tujuan utama seminar ini adalah:

  1. Memberikan dukungan informasi kepada pemerintah daerah mengenai pengelolaan lahan gambut secara bijaksana di tingkat daerah;
  2. Menyusun kesepakatan awal mengenai pentingnya peran aktif pemerintah daerah dalam perlindungan dan pemanfaatan lahan gambut secara bijaksana untuk kesejahteraan masyarakat terutama dalam pengalokasian anggaran kegiatan;
  3. Mengumpulkan dan menyebarluaskan berbagai inisitaif yang telah dilakukan dalam hal pelestarian dan pemanfaatan lahan gambut yang bijaksana dan berkelanjutan;
  4. Menyebarluaskan informasi mengenai model-model pengelolaan lahan gambut secara bijaksana yang telah dilaksanakan oleh Wetlands International - Indonesia Programme melalui Program CCFPI.

WAKTU DAN TEMPAT

Seminar dilaksanakan pada hari Selasa, 30 Nopember 2004 bertempat di Ruang Rapat Serbaguna Ditjen Bina Bangda - Depdagri, Jl. TMP Kalibata No. 20, Jakarta Selatan. Telp/Fax : 021–794 2660.

PELAKSANA


Departemen Dalam Negeri c.q. Direktorat Jenderal Bina Pembangunan Daerah bekerjasama dengan Wetlands International - Indonesia Programme (WI-IP) dan Wildlife Habitat Canada (WHC) melalui proyek CCFPI dengan dukungan dana dari Canadian International Development Agency (CIDA), serta dengan Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP).



[ Back ] [ Print Friendly ]