Home | Sitemap | Login

   

Peatland News

Title: GAPKI Akan Uji Materi Peraturan Pemerintah Tentang Gambut
Date: 06-Oct-2014
Category: Indonesia
Source/Author: Plat Merah Putih
Description: GAPKI akan melakukan uji materi (judicial review) atas PP No 71 Tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut kepada lembaga peradilan terkait. Itu dilakukan karena PP tersebut bukan saja mengancam investasi perkebunan kelapa sawit yang ada senilai Rp 136 triliun, tapi juga menghambat masuknya investasi baru.

 

GAPKI akan melakukan uji materi (judicial review) atas PP No 71 Tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut kepada lembaga peradilan terkait. Itu dilakukan karena PP tersebut bukan saja mengancam investasi perkebunan kelapa sawit yang ada senilai Rp 136 triliun, tapi juga menghambat masuknya investasi baru.

Sekjen GAPKI Joko Supriyono mengungkapkan, hingga saat ini perkebunan kelapa sawit yang menggunakan lahan gambut mencapai 1,7 juta hektar (ha) dengan nilai investasi yang sudah masuk senilai Rp 136 triliun dan mampu menyerap 340 ribu tenaga kerja, itu termasuk investasi pembangunan infrastruktur dan pabrik kelapa sawit (PKS).

Menurut Joko Supriyono, dari perkebunan kelapa sawit seluas itu, devisa negara yang diperoeh mencapai US$ 6,8 miliar per tahun. “Implementasi PP Gambut akan membuat investasi perkebunan kelapa sawit seluas 1,7 juta ha di lahan gambut kolaps, investasi baru yang akan masuk juga akan terhambat, investor akan lari,” kata dia saat diskusi “Dampak Regulasi Gambut Terhadap Kelestarian Investasi Minyak Sawit Lestari,” di Jakarta, akhir pekan lalu.

Kehadiran PP Gambut juga akan membuat potensi investasi perkebunan kelapa sawit dengan menggunakan lahan gambut dalam beberapa tahun ke depan mencapai Rp 240 triliun dengan penyerapan tenaga kerja langsung sebanyak 400 ribu orang dan tidak langsung 300 ribu orang berupa petani plasma. “Dampak dari terbitnya PP Gambut bukan hanya perusahaan perkebunan kelapa sawit eksisting, tapi juga investor yang hendak masuk menjadi ragu, belum lagi petani sawit rakyat juga ikut terimbas,” kata dia.

Joko Supriyono mengatakan seharusnya pemerintah memikirkan dampak sosial dan ekonomi sebelum mengeluarkan PP Gambut. PP tersebut dinilai pengusaha terlalu kaku, penerapan aturan itu bisa membuat ribuan tenaga kerja yang kelama ini mengandalkan kebun menjadi menganggur. Selain perkebunan kelapa sawit, pengelolaan hutan tanaman industri (HTI) yang selama ini juga memanfaatkan lahan gambut akan terdampak hal yang sama. “Pemerintah harus segera merevisi aturan tersebut. Kalau isinya merugikan dunia usaha, tidak menutup kemungkinan kami akan melakukan judicial review teknisnya kami akan libatkan para pakar gambut,” ungkap dia.

Dalam catatan GAPKI, Indonesia memproduksi sedikitnya 26 juta ton minyak sawit yang mampu menghasilkan devisa US$ 21,2 milair pada 2013. Sementara itu, Indonesia saat ini hanya memiliki 7% dari 385 juta ha luas lahan gambut di seluruh dunia atau sekitar 14 juta ha. Dari luas lahan gambut di Indonesia, yang sesuai untuk kebun sawit seluas 1,7 juta ha. “Hal paling mendasar yang dinilai menggangu iklim investasi dalam regulasi gambut adalah ketentuan tinggi muka air wajib dipertahankan minimal 40 cm. Kondisi ini membuat akar tanaman keras seperti akasia dan kelapa sawit terus terendam sehingga tidak bisa hidup,” ungkap Joko.

Joko juga menegaskan, dengan minimnya lahan gambut yang digunakan untuk sawit, adanya anggapan bahwa sawit perusak lahan gambut oleh sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM), lingkungan tidaklah tepat. Alasan ini diperkuat data penelitian Tropenbos Indonesia yang menyebutkan, kelapa sawit dari lahan gambut tak terganggu di Indonesia hanya 3% “Pembukaan lahan sawit lebih banyak dari lahan terlantar dan lahan pertanian,” ungkap Joko.

Menurut Joko, pengesahan PP Gambut tersebut sejatinya merupakan blunder dari pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Pemerintahan dalam menyusun aturan PP tersebut juga tanpa melibatkan dunia usaha dan kalangan akademisi. “Aturan ini mengabaikan perkembangan teknologi dan kemampuan swasta mengelola kawasan gambut secara lestari,” ujar Joko.



[ Back ] [ Print Friendly ]