Home | Sitemap | Login

   

Peatland News

Title: Aturan Diprotes Pengusaha, Ini Reaksi Badan Restorasi Gambut
Date: 26-Apr-2017
Category: Indonesia
Source/Author: Skanaa.com/okezone
Description: Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 57 tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut. Hanya saja, aturan ini menuai protes dari kalangan pengusaha.

JAKARTA - Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 57 tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut. Hanya saja, aturan ini menuai protes dari kalangan pengusaha. Pasalnya, terdapat pembatasan muka air tanah sebesar 0,4 meter dalam aturan ini.

"Mereka khawatir kalo 40 cm ini tumbuhannya tumbuhnya lebih pelan atau buahnya tidak sebanyak kalau airnya 80 cm. Tapi kalau musim hujan gini kan perusahaan jaga di 20-30 cm. Tapi kalau kemudian musim kemarau enggak hujan 3 bulan, airnya kan pasti turun. Kalau 60 cm awalnya di kan kalau pas musim kemarau pasti turun banget bisa sampai 1 meter," kata Kepala Badan Restorasi Gambut Nazir Foead di Kompleks Istana Negara, Jakarta, Rabu (26/4/2017).

Hanya saja, aturan ini nantinya tidak akan direvisi. Pasalnya, hal ini sangat menentukan kebakaran hutan pada kawasan lahan gambut di Indonesia.

"Sejarah kebakaran hutan di Indonesia dikompilasi datanya plus naik turunnya muka air gambut setiap bulan, keluarga ketika bulan 7 sampai bulan 8 ini titik kebakaran mulai naik ini titik air gambut turun di bawah 40 cm Jadi kebakaran memuncak ketika air di bawah 40 cm (di bawah permukaan laut)," ungkapnya.

Saat ini, telah terdapat perusahaan yang telah menerapkan aturan ini. Perusahaan tersebut pun tidak mengalami kerugian dan tetap memperoleh keuntungan.

"Kami sudah melihat perusahaan sawit di Riau dan HTI (Hutan Tanaman Industri) di Kalbar yang menjaga air 20-30 cm, enggak rugi perusahaan, ini bagus. Mereka enggak klaim. Ini karena di gambut di HTI menggunakan wilayah zona air. Kalo zona dekat kubah ini lebih bagus," ungkapnya.

Diharapkan, aturan ini akan dapat diterapkan oleh seluruh perusahaan terkait. Pasalnya, apabila terjadi kebakaran hutan, perusahaan tersebut bisa saja terkena hukuman pidana perdata.

"Memang yang di bawa 40 cm ini lebih kurus. Kalau lebih besar memang lebih besar. Tapi karena dia jaga air di hulunya cukup, ketika musim kemarau enggak ada air hujan, jadi enggak ada air sungai, air di hulu mengalir pelan-pelan ke kaki. Jadi kakinya tetap basah, enggak terbakar. Untung juga kan. Tumbuh walaupun tidak maksimal," tuturnya.

Terdapat beberapa perusahaan yang dapat menjadi percontohan dari aturan ini. Artinya, penerapan aturan ini tak akan merugikan pengusaha.

"Ini yang kebun sawit itu hebatnya kalau yang di Bengkalis itu satu pulau gambut tok. Pada musim kemarau, sering ini enggak punya air minum. Ini ada perusahaan sawit kelola gambut dengan baik, ini dia ngasih air ke kota dan PDAM. Dia sendiri ada pabrik mineral. Jadi kelola air di gambut, selain jual CPO, ada industri air juga yang diabil dari gambut. Ini membuktikan perusahaannya cerdas dalam mengelola air," ungkapnya.

Apabila program ini tidak diterapkan, maka dikhawatirkan akan berdampak pada kerusakan lingkungan. Tidak hanya kebakaran hutan, namun juga amblasnya lahan.

"Dia terhindar dari kebakaran, dan menghindari subsiden atau gambut ambles. Tiap tahun 5 cm amblas, kalau kita jujur kita prediksi suatu pulau Bengkalis ini kalau dia turun sekian meter 1,5 meter dan seterusnya, 30 tahun sekarang itu gimana nasib pulaunya, makin kecil atau tengahnya bolong kubahnya jadi empang. Daratan berkurang," tutupnya.



[ Back ] [ Print Friendly ]