Home | Sitemap | Login

   

Scientific Articles/Reports, Newsletters and Press Releases

Title: Konsep Pemanfaatan Beje dan Parit sebagai Sekat Bakar Partisipatif di Hutan dan Lahan gambut
Date: 15-Oct-2003
Category: Indonesia-Papers
Source/Author: Wahyu Catur Adinugroho
Description: This paper was presented at the workshop during parallel session

Kebakaran hutan dan lahan di Indonesia tidak hanya terjadi di lahan kering tetapi juga terjadi di lahan basah seperti hutan/lahan gambut, terutama pada musim kemarau yang menyebabkan pengeringan lahan basah tersebut. 0.73 juta ha terkonsentrasi di kawasan eks PLG telah terbakar tahun 1997 (Jack Rieley, 2002), agustus 2003 kawasan eks-PLG kembali terbakar khususnya di sekitar S. mentangai ± 100 ha kawasan S. Puning dan sekitarnya yang dominan gambut telah terbakar hingga bulan oktober 2002 (Sekber Buntok, 2002). Kebakaran lahan/hutan gambut yang pelan-pelan menggerogoti di bawah tanah memiliki potensi ancaman amat besar dan dampaknya sangat merugikan yaitu terdegradasinya kondisi lingkungan (kualitas lahan, keanekaragaman hayati, fungsi hidrologi, pemanasan global), kesehatan manusia dan hilangnya kesempatan ekonomi masyarakat. Pengendalian kebakaran hutan dan lahan gambut sangat penting dilakukan, mengingat fungsi dan potensi hutan dan lahan gambut dimana ekosistem gambut merupakan ekosistem khas yang memiliki multifungsi (cadangan/penyimpan air, penyangga lingkungan, lahan pertanian, penyimpan karbon), dampak kebakaran dan tipe kebakaran yang terjadi (tipe ground fire yang sangat sulit dilakukan pemadaman). Kerawanan terjadinya kebakaran hutan dan lahan gambut tertinggi pada musim kemarau dimana curah hujan sangat rendah dan intensitas panas matahari tinggi. Kondisi fisik gambut yang terdegradasi (akibat aktivitas illegal logging, konversi lahan, pembuatan parit/kanal yang illegal maupun legal) serta kondisi sosial, ekonomi dan budaya masyarakat penyangga hutan (masyarakat mempertahankan hidupnya hanya dengan berburu/menangkap ikan dan menebang kayu) juga mempengaruhi kerawanan terjadinya kebakaran di hutan dan lahan gambut. Untuk meminimalisasi kerawanan kebakaran hutan dan lahan gambut perlu diupayakan kegiatan pencegahan yang berbasiskan masyarakat. Salah satu kegiatan yang dapat dilakukan adalah pembangunan sekat bakar, yang ditujukan untuk memisahkan bahan bakar dan membatasi penyebaran api. Kondisi khas yang membedakan daerah hutan rawa gambut dengan daerah kering adalah terdapatnya pemanfaatan lahan untuk beje dan parit/kanal. Beje merupakan kolam perangkap ikan yang dibuat oleh masyarakat (umumnya oleh suku dayak) di pedalaman hutan Kalimantan Tengah dengan ukuran lebar 2 m, kedalaman 1.5 m dan panjang bervariasi bisa sampai ratusan meter jika dilakukan bersama-sama (bukan milik perorangan), pada saat musim hujan akan terjadi banjir dan beje-beje akan tergenang oleh air luapan dari sungai sekitarnya serta terisi oleh ikan-ikan alam, saat musim kemarau air akan surut tetapi beje masih tergenang oleh air dan berisi ikan. Parit dibuat oleh masyarakat untuk menghubungkan sungai dengan hutan guna mengeluarkan kayu hasil tebangan disaat musim hujan. Di Muara Puning-KALTENG, panjang parit-parit ini berkisar antara 3-5 km, lebar 60-200 cm dan kedalaman 35-95 cm. Di kawasan S. Merang-SUMSEL terdapat 113 parit 83 daintaranya terdapat di daerah gambut, ukuran parit lebarnya 1.7 m, kedalaman 1.5 m dan panjangnya antara 1.5-5 km. Selain parit yang dibuat oleh masyarakat terdapat juga kanal yang secara resmi sengaja dibuat oleh pemerintah sebagai saluran irigasi (kawasasan eks PLG), kanal-kanal ini lebarnya 15-20 m dan panjangnya puluhan km serta jumlahnya ratusan (primer, sekunder, tersier). Parit/kanal ini secara signifikan telah menyebabkan pengeringan yang berlebihan di musim kemarau karena terjadinya aliran ke sungai. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan ini, yaitu dengan melakukan penutupan/sekat parit sehingga tidak terjadi aliran ke sungai, peningkatan muka air tanah, gambut tetap lembab dan resiko kebakaran berkurang. Potensi keberadaan beje dan parit yang sudah tidak digunakan lagi ini dapat dimanfaatkan menjadi sekat bakar partisipatif. Masyarakat akan memperoleh manfaat dari beje/parit yang disekat (dapat difungsikan sebagai beje/kolam biasa) dan resiko terjadinya kebakaran dapat berkurang. Apabila konsep penyekatan parit ini diaplikasikan di kanal-kanal eks-PLG, dapat kita bayangkan berapa banyak beje/kolam biasa yang dihasilkan dan dapat dimanfaatkan serta dapat berfungsi sebagai sekat bakar. Dalam hal pemanfaatan beje dan parit sebagai sekat bakar, beje/parit yang telah ada diperbaiki kondisinya yaitu dengan membuang Lumpur di dalamnya sehingga volume air di dalam beje atau parit yang disekat dapat dipertahankan dan kondisi beje/parit sebagai habitat ikan dapat dipertahankan. Kebakaran hutan dan lahan di Indonesia tidak hanya terjadi di lahan kering tetapi juga terjadi di lahan basah seperti hutan/lahan gambut, terutama pada musim kemarau yang menyebabkan pengeringan lahan basah tersebut. 0.73 juta ha terkonsentrasi di kawasan eks PLG telah terbakar tahun 1997 (Jack Rieley, 2002), agustus 2003 kawasan eks-PLG kembali terbakar khususnya di sekitar S. mentangai ± 100 ha kawasan S. Puning dan sekitarnya yang dominan gambut telah terbakar hingga bulan oktober 2002 (Sekber Buntok, 2002). Kebakaran lahan/hutan gambut yang pelan-pelan menggerogoti di bawah tanah memiliki potensi ancaman amat besar dan dampaknya sangat merugikan yaitu terdegradasinya kondisi lingkungan (kualitas lahan, keanekaragaman hayati, fungsi hidrologi, pemanasan global), kesehatan manusia dan hilangnya kesempatan ekonomi masyarakat. Pengendalian kebakaran hutan dan lahan gambut sangat penting dilakukan, mengingat fungsi dan potensi hutan dan lahan gambut dimana ekosistem gambut merupakan ekosistem khas yang memiliki multifungsi (cadangan/penyimpan air, penyangga lingkungan, lahan pertanian, penyimpan karbon), dampak kebakaran dan tipe kebakaran yang terjadi (tipe ground fire yang sangat sulit dilakukan pemadaman). Kerawanan terjadinya kebakaran hutan dan lahan gambut tertinggi pada musim kemarau dimana curah hujan sangat rendah dan intensitas panas matahari tinggi. Kondisi fisik gambut yang terdegradasi (akibat aktivitas illegal logging, konversi lahan, pembuatan parit/kanal yang illegal maupun legal) serta kondisi sosial, ekonomi dan budaya masyarakat penyangga hutan (masyarakat mempertahankan hidupnya hanya dengan berburu/menangkap ikan dan menebang kayu) juga mempengaruhi kerawanan terjadinya kebakaran di hutan dan lahan gambut. Untuk meminimalisasi kerawanan kebakaran hutan dan lahan gambut perlu diupayakan kegiatan pencegahan yang berbasiskan masyarakat. Salah satu kegiatan yang dapat dilakukan adalah pembangunan sekat bakar, yang ditujukan untuk memisahkan bahan bakar dan membatasi penyebaran api. Kondisi khas yang membedakan daerah hutan rawa gambut dengan daerah kering adalah terdapatnya pemanfaatan lahan untuk beje dan parit/kanal. Beje merupakan kolam perangkap ikan yang dibuat oleh masyarakat (umumnya oleh suku dayak) di pedalaman hutan Kalimantan Tengah dengan ukuran lebar 2 m, kedalaman 1.5 m dan panjang bervariasi bisa sampai ratusan meter jika dilakukan bersama-sama (bukan milik perorangan), pada saat musim hujan akan terjadi banjir dan beje-beje akan tergenang oleh air luapan dari sungai sekitarnya serta terisi oleh ikan-ikan alam, saat musim kemarau air akan surut tetapi beje masih tergenang oleh air dan berisi ikan. Parit dibuat oleh masyarakat untuk menghubungkan sungai dengan hutan guna mengeluarkan kayu hasil tebangan disaat musim hujan. Di Muara Puning-KALTENG, panjang parit-parit ini berkisar antara 3-5 km, lebar 60-200 cm dan kedalaman 35-95 cm. Di kawasan S. Merang-SUMSEL terdapat 113 parit 83 daintaranya terdapat di daerah gambut, ukuran parit lebarnya 1.7 m, kedalaman 1.5 m dan panjangnya antara 1.5-5 km. Selain parit yang dibuat oleh masyarakat terdapat juga kanal yang secara resmi sengaja dibuat oleh pemerintah sebagai saluran irigasi (kawasasan eks PLG), kanal-kanal ini lebarnya 15-20 m dan panjangnya puluhan km serta jumlahnya ratusan (primer, sekunder, tersier). Parit/kanal ini secara signifikan telah menyebabkan pengeringan yang berlebihan di musim kemarau karena terjadinya aliran ke sungai. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan ini, yaitu dengan melakukan penutupan/sekat parit sehingga tidak terjadi aliran ke sungai, peningkatan muka air tanah, gambut tetap lembab dan resiko kebakaran berkurang. Potensi keberadaan beje dan parit yang sudah tidak digunakan lagi ini dapat dimanfaatkan menjadi sekat bakar partisipatif. Masyarakat akan memperoleh manfaat dari beje/parit yang disekat (dapat difungsikan sebagai beje/kolam biasa) dan resiko terjadinya kebakaran dapat berkurang. Apabila konsep penyekatan parit ini diaplikasikan di kanal-kanal eks-PLG, dapat kita bayangkan berapa banyak beje/kolam biasa yang dihasilkan dan dapat dimanfaatkan serta dapat berfungsi sebagai sekat bakar. Dalam hal pemanfaatan beje dan parit sebagai sekat bakar, beje/parit yang telah ada diperbaiki kondisinya yaitu dengan membuang Lumpur di dalamnya sehingga volume air di dalam beje atau parit yang disekat dapat dipertahankan dan kondisi beje/parit sebagai habitat ikan dapat dipertahankan.



[ Back ] [ Print Friendly ]